6 Years and many more


26 Augustus 2018
Saat fajar mencium cakrawala Australia, dari tempat duduk saya di dekat jendela pesawat, saya menyaksikan dengan takjub matahari mulai terbit, melukis langit dengan rona oranye dan merah muda. Sinarnya membentang melintasi hamparan awan yang luas. Itu adalah pemandangan yang begitu indah, begitu memesona, sehingga saya tidak bisa mengalihkan pandangan saya. Saat itu aku merasakan rasa takjub dan syukur atas keindahan alam, dan aku tahu bahwa terbitnya matahari ini akan terpatri dalam ingatanku selamanya.


Pesawat semakin turun dan saya bisa melihat pemandangan dibawah sana dengan jelas, sungai yang membelah bukit, hutan berganti dengan pemandangan rumah dan gedung. Segalanya begitu jelas terlihat, hi Victoria.

Saya mendapati diri saya melangkah keluar dari bandara menuju udara pagi yang kelabu. Sisa-sisa musim dingin tergantung ditiup angin, namun ada kehangatan halus yang menjanjikan datangnya musim semi. Menaiki Skybus, saya memulai perjalanan yang akan membawa saya lebih jauh ke jantung kota.

Saat bus melintasi jalan-jalan yang terjaga, saya mengagumi ketenangan Melbourne dalam tidurnya. Gedung-gedung itu berdiri tinggi dan sunyi, menimbulkan bayangan panjang di jalanan yang sepi. Namun, ada keindahan yang tak terbantahkan dalam keheningan, momen yang membeku sebelum kota meledak ke dalam ritme hiruk pikuknya.


Tiba di Southern Cross Street, saya disambut dengungan lembut kota yang perlahan mulai hidup. Sinar matahari yang lembut menganti lampu jalan yang mulai dimatikan, memberikan pelukan hangat pada pemandangan pagi yang tenang. Dengan setiap langkah, saya merasakan rasa takjub dan antisipasi, bersemangat untuk menjelajahi harta terpendam yang menanti saya di kota yang mempesona ini. Saya jatuh cinta, Melbourne kamu cantik sekali. 

Melbourne, yang masih tertidur namun begitu indah, menyambut saya dengan tangan terbuka, mengajak saya mengungkap rahasia dan kisah yang tersembunyi di jalanannya. Dari tengah kota, kereta membawa saya ke tengara menuju Bentleigh. 


Dan saat saya berjalan keluar dari stasiun melewati pagi yang tenang, bau kopi tercium saat melewati kedai. Bunga-bunga cantik menghiasi rumah kuno berdinding bata, Magnolia itu pertama kalinya saya melihat bunga yang hanya mekar saat musim dingin. Tangan saya tidak lepas dari HP memotret semua hal baru yang saya temui. Saya tahu bahwa ini hanyalah awal dari petualangan tak terlupakan di kota yang mencuri hati saya. Dan pada saat itu, saya menyadari bahwa saya telah menemukan rumah saya di kota yang dinamis dan mempesona ini.  




Sambutanmu terlalu ramah 
Sampai ku buru-buru menjadikanmu rumah

Please see my first story about this city:
26 Agustus 2024
Enam tahun telah berlalu sejak pagi musim dingin yang kelabu di bulan Agustus 2018 ketika saya pertama kali menginjakkan kaki di Melbourne. 


Saya merayakan 6 tahun kebersamaan kami di Monash Medical Center - Clayaton. Bukan tempat yang saya inginkan untuk menginggat hari-hari yang kami telah lalui. Setelah 3 hari dirawat dan mereka melakukan biopsi Bone Marrow, dokter menyatakan bahwa Sinyo sakit Kanker Darah atau Leukemia. Rasanya dunia runtuh, seorang dokter mengatakan dengan cara yang kasar menurut kami, death sentance. Saat itu juga Sinyo bersaksi bahwa Tuhan Yesus yang menentukan hidup dan mati bukan manusia. Hari ini adalah hari ke 14 dirawat dan kemo yang ke 5. Masih panjang treatment yang akan dijalani namun kami percaya Tuhan selalu bersama kami. 

Ketika saya mengingat kembali perjalanan saya, saya takjub melihat bagaimana kota ini menjadi rumah saya. Saya bangga mengatakan this is my home. Saya menyaksikan bagaimana kota ini bertahan saat pandemi panjang yang melanda dunia. Australia menutup perbatatasannya selama 2 tahun. Peraturan ketat yang memaksa kita tinggal dirumah dan berpergian hanya 5 KM atau berbelanja hanya 1 orang saja, susahnya mendapatkan toilet paper dan banyak hal mencekam lainnya. Saya kehilangan mama yang sangat saya sayangi, beliau berjuang sendirian tanpa ditemani keluarga melawan virus yang merengut nyawanya. Saya melihat dari jauh dan tidak bisa mengantarnya ketempat perhentian terakhirnya. Dari Melbourne saya melihat semua itu terjadi, kota ini bertahan begitu juga saya. 


Selama 6 tahun disini, kehidupan kami tidak selamanya Spring or summer. Seperti musim yang berganti, ada kalanya kami juga ups and down. Disaat down dan saya merasa sendiri, saya salah Tuhan mengirimkan begitu banyak malaikat nya menolong saya, orang yang tidak saya kenal sebelumnya. Orang-orang yang saya temui, tempat-tempat yang saya temukan, dan pengalaman yang saya alami semuanya berkontribusi dalam membentuk identitas saya di kota ini. Saat saya berjalan melalui jalan-jalan yang saya kenal sekarang, saya tidak lagi melihat tempat asing, melainkan sebuah komunitas yang membuat saya bangga menjadi bagiannya. Melbourne telah menjadi lebih dari sekedar kota bagi saya; di situlah saya menemukan persahabatan, inspirasi, dan perasaan seperti di rumah sendiri.

Sebelum Sinyo sakit, perjalanan saya tiap minggu adalah Balaclava - Mckinon untuk ke sekolah namaun saat ini rute tiap hari saya berubah, Balaclava - South Yarra - Clayton. Berangkat pagi sekitar jam 7 dan pulang kerumah jam 9 malam. 

Saya memutuskan untuk istirahat dari sekolah dan kerja dan khusus merawat Sinyo. Saya tau beberapa orang menyayangkan keputusan saya tapi merawat Sinyo saat sakit adalah prioritas utama saya saat ini. Saya yakin Tuhan akan siapkan lagi pekerjaan dan sekolah jika kondisi Sinyo sudah membaik.  Hubungan harus dijalani dalam suka dan duka, untung dan malang dan sakit maupun sehat. 

Kamar 47 - Ward 44, Monash Medical Center  Clayton
Jackie 

Comments

Popular Posts