Panada Isi Unti Dadakan
Hari ini, dapur rumah saya di Melbourne diselimuti aroma manis yang khas. Bukan, bukan aroma kari atau roast lamb, melainkan semerbak Panada! Ceritanya berawal dari rasa iseng yang berujung pada keharusan. Saya punya sebungkus ragi yang akan kedaluwarsa bulan ini, jadi saya ingin tahu apakah ia masih "hidup".
Saya pun melakukan tes sederhana: mencampur ragi dengan air hangat dan sedikit gula, lalu meletakkannya di samping jendela. Kebetulan sekali, matahari bersinar terang setelah sekian hari mendung dan dingin, sangat ideal untuk mengaktifkan ragi yang butuh suhu hangat untuk mengembang sempurna. Saya tinggal sebentar, dan ketika kembali sekitar lima menit kemudian, saya terkejut sekaligus senang: ragi saya sudah meluber dari gelas! Tandanya ia masih sangat aktif dan siap tempur.
"Yah, apa boleh buat," pikir saya, "ragi ini sudah semangat begini, saya harus buat sesuatu!"
Pilihan pun jatuh pada Panada. Meski aslinya Panada Manado identik dengan isian ikan cakalang pedas, hari ini saya tidak siap dengan bahan-bahannya. Jadi, saya memutuskan untuk berkreasi dengan isian yang lebih simple dan manis: unti gula merah. Perpaduan adonan Panada yang empuk dengan isian unti gula merah yang legit pasti akan jadi teman sempurna untuk teh hangat sore ini.
Siapa sangka, di balik kelezatan Panada khas Manado yang pedas gurih, tersimpan sebuah kisah perjalanan lintas benua yang menarik? Panada, si "pastel" berisi ikan cakalang pedas itu, ternyata bukan asli Indonesia, melainkan membawa jejak sejarah dari tanah yang jauh: Spanyol dan Portugal!
Begini ceritanya...
Bayangkan beberapa abad yang lalu, saat kapal-kapal penjelajah Eropa mengarungi lautan, membawa serta budaya dan kuliner mereka. Saat itu, bangsa Spanyol dan Portugis tiba di Nusantara, termasuk di tanah Minahasa, Sulawesi Utara. Mereka tidak hanya membawa rempah-rempah atau agama, tapi juga sebuah kudapan lezat bernama "Empanada".
Kata "Empanada" sendiri berasal dari bahasa Spanyol, "empanar," yang berarti "membungkus" atau "melapisi dalam roti." Mirip kan dengan Panada kita yang dibungkus adonan? Nah, dulunya di Spanyol, Empanada ini populer di daerah Galicia, dan ukurannya jauh lebih besar, bahkan bisa sebesar pie, dengan isian beragam mulai dari seafood hingga sosis!
Ketika Empanada ini diperkenalkan di Minahasa, masyarakat lokal yang cerdas dan kaya akan rempah-rempah tidak tinggal diam. Mereka tidak hanya meniru, tapi mengadaptasinya dengan cita rasa lokal yang kuat. Adonan Empanada yang tadinya lebih ke arah roti, diolah menjadi lebih lembut dan sedikit manis pada Panada. Dan yang paling revolusioner adalah isiannya!
Lupakan isian daging atau sosis ala Eropa. Masyarakat Minahasa menciptakan isian khas mereka: ikan cakalang yang disuwir halus, dimasak dengan bumbu "panpis" yang kaya rempah! Bayangkan perpaduan bawang merah, bawang putih, daun jeruk, cabai merah yang melimpah, dan daun kemangi yang harum. Ini dia rahasia cita rasa pedas gurih yang meledak di lidah, ciri khas masakan Manado yang tak tertandingi.
Maka lahirlah Panada yang kita kenal sekarang: kudapan renyah di luar, lembut di dalam, dengan isian ikan cakalang "pampis" yang pedas nampol. Sebuah perpaduan sempurna antara warisan kuliner Eropa dan kekayaan rempah Nusantara. Panada bukan hanya sekadar kue, ia adalah saksi bisu akulturasi budaya yang manis (dan pedas!) di tanah Minahasa. Dari meja makan Spanyol yang sederhana, kini Panada menjadi bintang di setiap acara dan jajanan favorit di Sulawesi Utara, bahkan terkenal hingga ke berbagai pelosok Indonesia. Luar biasa, bukan?
Dan begitulah, dari keisengan menguji ragi, lahirlah Panada unti gula merah. Petualangan di dapur yang tak terduga namun berakhir manis!
Jackie | Balaclava
Kulit panada
500 gr Tepung terigu
60 gr margarin
4 sm gula pasir
3 butir kuning telur
1 saset susu bubuk
1 sm santan kental asli/instan
1 st ragi instan
210 ml air suam suam kuku
Comments