Disudut Dekat Jendela



Saya adalah salah satu dari orang-orang yang menemukan kebahagiaan dalam gemuruh hujan. Saat tetesannya jatuh membasahi bumi, ada semacam melodi yang mengisi hati, membuat suasana hati saya melonjak naik. Bagi saya, hujan bukan sekadar fenomena alam, melainkan pemicu kebahagiaan yang mampu menghanyutkan beban pikiran.

Diantara denting hujan, saya suka mengisi waktu dengan keterampilan tangan yang menenangkan jiwa.

Salah satunya adalah menyusun potongan-potongan kain bekas menjadi karya yang bermakna. Saya melukis bukan dengan cat atau kuas, tapi dengan kain perca. Tiap lembar kecil punya warna, motif, dan teksturnya sendiri seperti potongan hidup yang berbeda-beda namun bisa dijalin menjadi satu cerita visual yang utuh. Proses itu bukan hanya menghasilkan karya, tapi juga menjadi bentuk meditasi: mengolah keheningan menjadi keindahan.







Menjelang rencana ke Melbourne pada tahun 2018, saya memutuskan untuk mulai belajar merajut. Saat itu usia saya sudah 45 tahun, dan saya merasa inilah waktu yang tepat untuk menemukan hobi baru. Kunjungan saya ke Cairns dua kali di tahun 2017 membuat saya menyadari saya perlu belajar merajut setelah melihat benang rajut aneka warna dan jenisnya dan entah kenapa, saya merasa benang dan rajutan akan menjadi bagian dari perjalanan baru hidup saya. 

Secara kebetulan, saat sedang mencari makan siang di sebuah mal di Bogor, Jogja Junction mata saya tertarik pada sekelompok ibu-ibu yang sedang merajut bersama. Tanpa pikir panjang, saya langsung menghampiri mereka dan berkata, “Saya ingin belajar merajut.” Ketua komunitas itu tersenyum ramah dan meminta saya membeli jarum rajut ukuran 0.4 mm dan segulung benang merah. “Datang saja lagi Sabtu depan, jam makan siang, di tempat yang sama,” katanya.


Saya mengiyakan dengan semangat. Sabtu berikutnya, saya kembali tepat waktu dan langsung bergabung. Tugas pertama saya adalah membuat syal merah panjang sebagai semacam "tiket masuk" untuk bergabung penuh dalam komunitas ini. 
Mulailah saya tiada hari tanpa merajut, sampai main kerumah teman pun saya bawa rajut kebetulan teman saya ini juga seorang yang suka merajut jadi kami merajut bersama sambil menikmati banana cake buatannya. Kadang kalau iseng, saya ngopi disalah satu cafe di Margo sambil merajut. Syal merah panjang ini saya selesaikan kurang dari dua minggu. Not bad!

Tugas berikutnya telah menunggu, saya diberi tantangan membuat tas dengan benang yang lebih tebal dan keras. Rasanya seperti mimpi keinginan saya untuk belajar, Tuhan wujudkan dengan cara yang tak terduga, hanya satu bulan sebelum keberangkatan saya ke Melbourne.



Merajut menjadi pelengkap dari dunia tekstil yang sudah saya cintai, dan saya bersyukur bisa memulainya dengan semangat yang utuh.

Namun hidup terus bergerak, dan kadang tak semua bisa dibawa serta. Saat kami pindah dari Bentleigh ke Balaclava, keterbatasan ruang penyimpanan memaksa saya untuk melepaskan banyak karya yang selama ini saya jaga. Sebagian besar hasil jahitan dan rajutan saya sumbangkan ke op shop. Rasanya tidak mudah  setiap potong karya itu punya cerita dan waktu yang saya curahkan sepenuh hati. Tapi saya belajar bahwa mencipta tidak selalu berarti harus memiliki secara fisik; kadang melepaskan juga bagian dari proses pertumbuhan.

Kini, saat keinginan untuk merajut muncul kembali, saya tidak tergesa membeli benang baru. Sebaliknya, saya membuka kembali karya-karya lama yang pernah saya buat dan mulai mengurainya satu per satu. Saya lepas benang-benang wol itu dengan hati-hati, lalu merancang sesuatu yang baru dari bahan yang sama. Bukan karena saya pelit, tapi karena saya tahu, setelah menjadi rajutan yang indah, akan muncul pertanyaan lama: akan saya simpan di mana? Lebih baik saya daur ulang dan mencipta ulang. Dari sesuatu yang pernah ada, lahirlah bentuk baru, lebih segar, lebih sesuai dengan rasa hari ini.

Selain benang dan kain, kini saya juga bersahabat dengan pena dan kata-kata. Saya menemukan kegembiraan baru dalam merangkai kalimat, mengungkapkan pikiran dan perasaan lewat tulisan. Ini adalah perjalanan batin yang masih muda tapi penuh potensi di mana setiap kata menjadi jembatan menuju imajinasi dan inspirasi. Meskipun saya tahu tulisan saya masih sangat mendasar, proses menuangkan isi hati ke dalam kata-kata adalah bentuk terapi. Setiap kalimat yang tercipta adalah ekspresi jujur, cara saya untuk tetap terhubung dengan diri sendiri dan dunia sekitar, meski dalam keterbatasan.

Melakukan semua ini menjahit, merajut, menulis adalah pelarian saya dari stres yang saya alami. Di tengah banyaknya tekanan dan perubahan hidup, kegiatan-kegiatan ini menjadi tempat bernaung. Saat benang melintasi kain, atau kata-kata mengalir di layar, saya merasa kembali tenang. Ada ketertiban kecil yang saya ciptakan di tengah kekacauan yang tak bisa saya kendalikan.

Sejak kecil, saya merasa memiliki kedekatan istimewa dengan hujan. Suara rintiknya, aroma tanah yang basah semuanya seolah memiliki kekuatan untuk mengangkat suasana hati saya. Kini, tinggal di Melbourne, kota yang terkenal dengan kemampuannya menghadirkan empat musim dalam sehari, saya merasa seperti menemukan surga. Ketidakpastian cuacanya justru menjadi keindahan tersendiri yang terus menyegarkan jiwa.

Saya sering membayangkan, suatu hari nanti saya akan memiliki sebuah sudut kecil di rumah sebuah pojok dekat jendela yang bisa saya akui sebagai ruang pribadi saya. Tempat di mana mesin jahit berdiri dengan tenang di atas meja kayu, dikelilingi kotak-kotak benang warna-warni, tumpukan kain yang saya simpan dengan cinta, alas potong, penggaris roller blade, dan tentu saja, sebuah laptop yang menunggu kata-kata lahir darinya. Saya pernah memiliki sudut itu dirumah mama di Depok, semoga sudut yang sama akan saya miliki juga dirumah saya di negeri asing ini. 

Di ruang kecil dimana saya bisa duduk berjam-jam, mencipta dalam diam, sambil sesekali memandang keluar jendela. Saat hujan turun perlahan dan udara dipenuhi aroma tanah basah, tangan saya tetap bekerja, menjahit, merajut, atau menulis. Sebuah tempat di mana saya bisa menjadi diri sendiri sepenuhnya, tanpa gangguan, tanpa terburu-buru. Bagi saya, itu bukan hanya mimpi, tapi bentuk kebahagiaan sederhana yang terus saya simpan dan doakan.

Comments

Popular Posts