Disudut Dekat Jendela
Hari ini hujan turun dari pagi. Hujan selalu punya cara untuk membuatku merasa lebih hidup. Ada begitu banyak keindahan yang bisa kita temukan di dalamnya. It has been raining since morning and rain always has a way of making me feel more alive; there's so much beauty to be found in it.
Saya adalah salah satu dari sedikit orang yang menemukan kebahagiaan dalam gemuruh hujan. Saat tetesannya jatuh membasahi bumi, ada semacam melodi yang mengalun di hati sederhana, tapi mampu mengangkat suasana jiwa. Bagi saya, hujan bukan sekadar fenomena alam. Ia adalah teman yang membawa ketenangan. Tapi justru di antara gemuruhnya, otak saya malah ramai oleh ide. Seperti pintu yang terbuka lebar, membiarkan gagasan-gagasan kecil masuk dan menari bebas.
I place the pieces of my quilt
In order and design.
The path it takes, the love it makes
Forever will be mine.
-Jan Rank,
Saat orang lain merasa ingin diam, saya justru ingin mencipta. Dalam suara hujan yang menghantam atap, saya menemukan ruang untuk membayangkan, menyusun, dan merancang entah itu pola kain, susunan warna, atau potongan cerita yang ingin saya jahitkan esok hari.
Dari lantai dua rumah, saya duduk di depan laptop. CorelDRAW terbuka, menjadi kanvas digital saya. Dengan setiap klik mouse, saya menyusun bentuk dan warna, mencari pola yang terasa pas di hati. Setelah selesai, saya memindahkan desain itu ke media kain, pelan-pelan, satu potong demi satu potong.
Saya tidak melukis dengan cat atau kuas. Media saya adalah kain perca. Setiap potongan kecil dengan warna, motif, dan tekstur yang berbeda-beda membawa cerita tersendiri. Ada yang saya dapatkan dari kain lama, sisa-sisa proyek sebelumnya, bahkan ada yang sudah lama saya simpan karena rasanya terlalu sayang untuk dibuang. Semua saya pilih dan susun dengan cermat hingga membentuk pola yang utuh dan harmonis.
Desain rumah-rumah kecil yang saya buat menggunakan mesin jahit, karena polanya adalah patchwork yang teratur dan berulang. Mesin jahit membantu mempercepat dan mempermudah proses menyatukan potongan kain yang ukurannya seragam dan pola yang konsisten.
Namun, untuk desain yang seperti pemandangan, yang potongan kainnya tidak teratur dan seringkali berlapis-lapis dengan tekstur tebal, saya selalu menggunakan jahitan tangan. Ini memerlukan kesabaran ekstra, dan jari-jemari saya sering sakit karena kain yang tebal, tapi saya tidak keberatan. Saya justru menikmati rasa sakit itu, karena itu bagian dari proses yang membuat karya terasa hidup dan bermakna.
Every quilt has a piece of my soul in it.💖💖
Kadang, saat mengerjakan satu proyek, ide lain tiba-tiba muncul di kepala saya. Karena itu, saya sering mengerjakan dua proyek sekaligus biasanya satu yang menggunakan mesin jahit, dan satu lagi jahitan tangan.
Jadi, kalau saya mulai merasa lelah atau bosan dengan mesin jahit, saya akan beralih ke proyek jahitan tangan yang lebih santai, atau sebaliknya. Cara ini membantu saya tetap produktif dan menjaga semangat tanpa merasa jenuh. Metode ini juga memberi ruang bagi kreativitas saya bergerak bebas, tanpa harus terpaku pada satu teknik atau satu pola saja.
Saya ingat, saat itu saya benar-benar sedang fokus mengerjakan secret project saya. Namun, pagi harinya, saya sudah menyelesaikan semua bagian atas place mat lainnya dulu, sebagai pemanasan sebelum melanjutkan ke proyek rahasia itu.
Setiap karya saya ciptakan dengan cinta dan ketekunan. Ukuran patch, komposisi warna, dan keseimbangan bentuk semuanya saya hitung dengan cermat di komputer. Tidak ada yang asal-asalan. Bagi saya, setiap karya adalah my masterpiece bukan karena sempurna, tapi karena seluruhnya dibuat dengan cinta.
Saat saya menjahit, saya tidak pernah terburu-buru. Pikiran saya berjalan pelan, memberi ruang bagi proses yang saya nikmati. Di luar jendela kaca besar, hujan masih menari dan membentuk pola sendiri yang tak kalah indahnya dengan karya saya.
Di dalam ruangan kecil ini, saya merasa cukup. Cukup dengan momen sederhana bersama kain-kain yang dulu terabaikan, tapi kini menjadi bagian sebuah cerita. Sebuah cerita tentang kesabaran, ketekunan, dan bagaimana sesuatu yang sederhana bisa berubah menjadi karya bermakna.
Di sinilah saya belajar bahwa keindahan tak selalu datang dari kesempurnaan. Kadang, justru dari ketekunan, kesederhanaan, dan cinta tulus pada apa yang kita lakukan. Dari setiap jahitan yang membuat jari sakit, dari setiap potongan kain yang saya pilih dan satukan, saya menemukan kedamaian.
Dan hujan? Ia tetap setia menemani, seperti melodi yang mengiringi setiap langkah tangan saya, membuat setiap karya terasa hidup dan bermakna.
Menjelang rencana ke Melbourne pada tahun 2018, saya memutuskan untuk mulai belajar merajut. Saat itu usia saya sudah 45 tahun, dan saya merasa inilah waktu yang tepat untuk menemukan hobi baru. Kunjungan saya ke Cairns dua kali di tahun 2017 membuat saya menyadari saya perlu belajar merajut setelah melihat benang rajut aneka warna dan jenisnya dan entah kenapa, saya merasa benang dan rajutan akan menjadi bagian dari perjalanan baru hidup saya.
Secara kebetulan, saat sedang mencari makan siang di sebuah mal di Bogor, Jogja Junction mata saya tertarik pada sekelompok ibu-ibu yang sedang merajut bersama. Tanpa pikir panjang, saya langsung menghampiri mereka dan berkata, “Saya ingin belajar merajut.” Ketua komunitas itu tersenyum ramah dan meminta saya membeli jarum rajut ukuran 0.4 mm dan segulung benang merah. “Datang saja lagi Sabtu depan, jam makan siang, di tempat yang sama,” katanya.
Saya mengiyakan dengan semangat. Sabtu berikutnya, saya kembali tepat waktu dan langsung bergabung. Tugas pertama saya adalah membuat syal merah panjang sebagai semacam "tiket masuk" untuk bergabung penuh dalam komunitas ini.
.
Mulailah saya tiada hari tanpa merajut, sampai main kerumah teman pun saya bawa rajut kebetulan teman saya ini juga seorang yang suka merajut jadi kami merajut bersama sambil menikmati banana cake buatannya. Kadang kalau iseng, saya ngopi disalah satu cafe di Margo sambil merajut. Syal merah panjang ini saya selesaikan kurang dari dua minggu. Not bad!
Tuhan wujudkan dengan cara yang tak terduga, hanya satu bulan sebelum keberangkatan saya ke Melbourne.
Merajut menjadi pelengkap dari dunia tekstil yang sudah saya cintai, dan saya bersyukur bisa memulainya dengan semangat yang utuh.
Namun hidup terus bergerak, dan kadang tak semua bisa dibawa serta. Saat kami pindah dari Bentleigh ke Balaclava, keterbatasan ruang penyimpanan memaksa saya untuk melepaskan banyak karya yang selama ini saya jaga. Sebagian besar hasil jahitan dan rajutan saya sumbangkan ke op shop.
Rasanya tidak mudah setiap potong karya itu punya cerita dan waktu yang saya curahkan sepenuh hati. Tapi saya belajar bahwa mencipta tidak selalu berarti harus memiliki secara fisik; kadang melepaskan juga bagian dari proses pertumbuhan.
Kini, saat keinginan untuk merajut muncul kembali, saya tidak tergesa membeli benang baru. Sebaliknya, saya membuka kembali karya-karya lama yang pernah saya buat dan mulai mengurainya satu per satu. Saya lepas benang-benang wol itu dengan hati-hati, lalu merancang sesuatu yang baru dari bahan yang sama. Bukan karena saya pelit, tapi karena saya tahu, setelah menjadi rajutan yang indah, akan muncul pertanyaan lama: akan saya simpan di mana? Lebih baik saya daur ulang dan mencipta ulang. Dari sesuatu yang pernah ada, lahirlah bentuk baru, lebih segar, lebih sesuai dengan rasa hari ini.
Selain benang dan kain, kini saya juga bersahabat dengan pena dan kata-kata. Saya menemukan kegembiraan baru dalam merangkai kalimat, mengungkapkan pikiran dan perasaan lewat tulisan. Ini adalah perjalanan batin yang masih muda tapi penuh potensi di mana setiap kata menjadi jembatan menuju imajinasi dan inspirasi. Meskipun saya tahu tulisan saya masih sangat mendasar, proses menuangkan isi hati ke dalam kata-kata adalah bentuk terapi. Setiap kalimat yang tercipta adalah ekspresi jujur, cara saya untuk tetap terhubung dengan diri sendiri dan dunia sekitar, meski dalam keterbatasan.
Melakukan semua ini menjahit, merajut, menulis adalah pelarian saya dari stres yang saya alami. Di tengah banyaknya tekanan dan perubahan hidup, kegiatan-kegiatan ini menjadi tempat bernaung. Saat benang melintasi kain, atau kata-kata mengalir di layar, saya merasa kembali tenang. Ada ketertiban kecil yang saya ciptakan di tengah kekacauan yang tak bisa saya kendalikan.
Sejak kecil, saya merasa memiliki kedekatan istimewa dengan hujan. Suara rintiknya, aroma tanah yang basah semuanya seolah memiliki kekuatan untuk mengangkat suasana hati saya. Kini, tinggal di Melbourne, kota yang terkenal dengan kemampuannya menghadirkan empat musim dalam sehari, saya merasa seperti menemukan surga. Ketidakpastian cuacanya justru menjadi keindahan tersendiri yang terus menyegarkan jiwa.
Saya sering membayangkan, suatu hari nanti saya akan memiliki sebuah sudut kecil di rumah sebuah pojok dekat jendela yang bisa saya akui sebagai ruang pribadi saya. Tempat di mana mesin jahit berdiri dengan tenang di atas meja kayu, dikelilingi kotak-kotak benang warna-warni, tumpukan kain yang saya simpan dengan cinta, alas potong, penggaris roller blade, dan tentu saja, sebuah laptop yang menunggu kata-kata lahir darinya. Saya pernah memiliki sudut itu dirumah mama di Depok, semoga sudut yang sama akan saya miliki juga dirumah saya di negeri asing ini.
Di ruang kecil dimana saya bisa duduk berjam-jam, mencipta dalam diam, sambil sesekali memandang keluar jendela. Saat hujan turun perlahan dan udara dipenuhi aroma tanah basah, tangan saya tetap bekerja, menjahit, merajut, atau menulis. Sebuah tempat di mana saya bisa menjadi diri sendiri sepenuhnya, tanpa gangguan, tanpa terburu-buru. Bagi saya, itu bukan hanya mimpi, tapi bentuk kebahagiaan sederhana yang terus saya simpan dan doakan.
Comments