Tuhan Tahu Yang Kubutuhkan
Untuk pertama kalinya sejak tahun 2019, saya lari. Bukan untuk olahraga, tapi karena nyaris ketinggalan kereta! Ceritanya sementara menulis pesan ke Sinyo, saya jadi sedikit lengah. Tahu-tahu, papan nama Elsternwick melintas begitu saja di jendela. “Yahhh, lewat deh,” batin saya, menyadari sudah kelewatan satu pemberhentian.
Begitu kereta berhenti di stasiun berikutnya, Gardenvale, saya buru-buru turun. Tapi, begitu kaki saya menginjak peron, pandangan saya langsung tertuju pada kereta di jalur sebaliknya yang sudah hampir masuk stasiun.
Nah, ini dia masalahnya! Untuk pindah peron, saya harus keluar dulu dari gerbang tiket, keluar ke jalan raya, kemudian melintas di bawah rel, dan masuk lagi dari sisi yang lain. Tak ada pilihan lain, saya harus berlari!
Stasiun Gardenvale, jalan menuju ke peronnya adalah sebuah jembatan dengan tanjakan yang lumayan tinggi karena jalur kereta berada di atas jalan raya. Jembatannya memang bagus dan terawat, diapit pohon-pohon tinggi di sampingnya, jadi terasa seperti sedang berjalan di hutan hijau. Tapi entah kenapa, kalau kita berjalan di atasnya, selalu ada bunyi nyit nyit nyit. Apalagi kalau berlari? Dan saya, yang sudah lama sekali lupa bagaimana rasanya berlari, tentu saja melakukannya dengan gaya yang… yah, cukup unik. Larian saya yang gedebak-gedebuk itu rupanya berhasil bikin seorang remaja tersenyum nyengir melihat saya. Mungkin memang langkah saya terlihat konyol banget, ya.
Ketika saya tinggal sedikit lagi mendekati pintu peron, kereta sudah mulai masuk stasiun. “Aduh, rasanya ingin menyerah saja dan menunggu kereta berikutnya,” pikir saya sesaat. Tapi, “Hei, jangan berhenti! Ayo lari lagi!.
Saya kembali berlari utungnya, perlu sepersekian detik bagi pintu kereta untuk terbuka. Lagi-lagi, saya dilempar senyum geli oleh seorang om bule yang mungkin terhibur melihat saya ngos-ngosan. Begitu berhasil naik ke dalam kereta, saya benar-benar kehabisan napas. Rasanya seperti tercekik, apalagi saya memakai syal wool yang melilit di leher, semakin susah rasanya bernapas. Saya pun langsung duduk dan mulai mengatur napas, satu demi satu. Puji Tuhan, saya berhasil naik tepat waktu.
Saking tergesa-gesanya, saya tidak sempat lagi tap out maupun tap in karcis Myki saya di Gardenvale. Setelah berada di dalam kereta, saya cuma bisa berharap tidak ada petugas yang memeriksa. Toh, saya cuma kelewatan satu stasiun, dan nanti di Stasiun Elsternwick baru akan tap out.
Stasiun-stasiun kecil di pinggiran kota Melbourne memang kebanyakan tidak memiliki penjaga pintu, jadi kita sendiri yang harus jujur untuk tap in atau tap out. Kalau sampai ada pemeriksaan di dalam kereta, bad luck mate, could get fine for that!
Kalau tadi ketinggalan kereta, saya harus menunggu kereta berikutnya yang datangnya kira-kira 20 menit, dan langit juga sudah mendung, tanda hujan sebentar lagi turun.
Tapi cerita belum selesai. Sampai di stasiun tujuan, saya masih harus jalan kaki lagi 300 meter menuju Officeworks. Hausnya bukan main. Musim dingin dan tengorokan saya kering rasanya cuma ingin air.
Lima menit kemudian, setelah keluar dari Officeworks usai mencetak dokumennya Sinyo, saya bertemu dua cewek SPG yang sedang mempromosikan produk. Tebak apa yang mereka tawarkan? Air kelapa dan yogurt kelapa! Gratis pula!
Padahal tadi saya lewat dan mereka belum ada. Saya langsung bilang, “Terima kasih ya, pas banget, saya lagi haus banget.” Mereka tersenyum, saya pun bahagia.
Saya tidak pernah melihat SPG membagikan minuman apalagi di musim dingin. Biasanya mereka membagikan sample makanan didepan toko mempromosikan jualan mereka. Namun 2 SPG ini membagikan air kelapa dan yogurt tidak jauh dari lampu penyebrangan jalan.
Kadang Tuhan kasih kejutan kecil di saat yang paling kita butuhkan. Enggak berlebihan, tapi selalu pas. Tuhan itu baik, ya. Selalu tahu apa yang kita perlukan, bahkan sebelum kita sempat minta.
Comments