D91 - Vaksin dan Little Saigon
Covid 19 and Flu Vaccine
Hari ini, 91 hari setelah transplantasi, adalah tonggak penting. Pagi kami dimulai dengan perjalanan ke Paula Fox Cancer Centre untuk blood test rutin dan mendapatkan suntikan vaksin awal: Covid-19 di lengan kanan dan Flu di lengan kiri. Ini akan terasa pegal kata Georgia.
Dokter Safgat mampir dan melihat hasil blood test di komputer. Hasil blood test pun tidak ada yang terlalu mengkhawatirkan, jadi tidak ada infus yang masuk ke tubuh Sinyo, sebuah kelegaan besar. Belum ada perubahan di obat-obatan. Vaksin-vaksin lain akan menyusul. Sedikit demi sedikit, antibodi yang sempat hilang setelah transplantasi mulai terbentuk kembali. Tgl 27 May, minggu depan kita akan kembali bertemu dengan nya. Dengan seijin Tuhan hasil blood test Sinyo akan semakin membaik.
The Best Pho
Setelah urusan medis selesai, jam menunjukan 12 PM. Kampung tengah mulai batariak. Tujuan selanjutnya: Richmond, untuk makan siang. Pho, tentu saja. Ini adalah kedua kalinya kami menyantap pho di Victoria Street, dan kali ini mencoba restoran yang berbeda, hanya berselang beberapa toko dari tempat sebelumnya.
Saya memesan Pho no 20 dan Sinyo no 21. Kesukaan saya adalah Pho Meat Balls. Menurut saya Pho di restaurant ini adalah yang the best. Bakso nya banyak, mie putih nya halus dan enak banget. Kuahnya juga pas! Selain itu yang berbeda biasanya diberikan sepiring toge dan daun basil, kali ini mereka kasih daun kemangi! Anjir mantap banget karena kemangi selain sulit didapat juga harganya lebih mahal daripada basil dan begitu dicampur dengan kuah pho rasanya the best ever!
Walaupun sama-sama berisi daging dan mie, namun kuah pho dan kuah bakso Indonesia memiliki cita rasa yang sangat berbeda, meskipun keduanya sama-sama sup berbahan dasar kaldu. Perbedaan utamanya terletak pada rempah-rempah yang digunakan, proses pembuatannya, dan pelengkap yang disajikan. Salah satu kunci kelezatan pho adalah penggunaan rempah-rempah yang kuat yang menciptakan rasa pho yang kaya, aromatik, ringan, dan segar, dengan sentuhan manis alami dari kaldu tulang sapi. Sebaliknya, kuah bakso Indonesia umumnya memiliki rasa yang lebih sederhana dan fokus pada gurihnya kaldu daging sapi atau ayam, dengan bumbu dasar bawang putih, bawang merah, lada, dan sedikit kemiri. Meskipun ada variasi regional, penggunaan rempah-rempah aromatik yang kompleks seperti pada pho tidak umum ditemukan dalam kuah bakso Indonesia.
Victoria Street: Mencari Manisnya "Little Saigon" yang Kian Pudar
Perut terasa penuh, hangat dan nyaman setelah semangkuk pho panas yang luar biasa. Aroma kaldu sapi yang kaya dan irisan daging tender masih menari-nari di indra penciuman saat kami melangkah keluar ke Victoria Street.. Udara siang yang dingin namun matahari terik menerpa wajah. Kami punya satu misi lagi: mencari kue-kue manis yang menggoda.
Pikiran melayang ke Footscray. Di sana toko roti yang memajang banh mi dan kue-kue tradisional lain yang menggoda di setiap sudut. Kami berharap menemukan vibe yang sama di sini, di jantung "Little Saigon" Melbourne ini. Victoria Street.
Bertahun-tahun lalu, jalan ini adalah episentrum budaya Vietnam. Setelah perang berakhir di tahun '70-an, gelombang pengungsi Vietnam tiba di Australia dan memilih Victoria Street sebagai rumah dan membangun bisnis yang membentuk mozaik kehidupan yang semarak. Julukan "Little Saigon" itu lahir karena alasan yang kuat; ini adalah tempat di mana aroma bumbu Vietnam, percakapan dalam bahasa ibu, dan senyum ramah menjadi pemandangan sehari-hari.
Namun, saat kami mulai berjalan menyusuri trotoar, ada sesuatu yang terasa berbeda. Sebuah keheningan yang aneh menggantung di udara. Etalase demi etalase terlihat gelap. Toko-toko tutup. Banyak di antaranya. Tirai besi diturunkan dan jendela yang berdebu.
Kami mencari toko bakery yang kami inginkan, tempat di mana kami berharap menemukan aneka kue seperti yang biasa kami beli di Footscray: pisang goreng hangat, roti bantal yang empuk, kue sus, kue lapis, atau beragam kue basah yang mirip dengan kue-kue tradisional Indonesia. Tidak ada. Rasa kecewa mulai merayapi harapan manis kami. Di mana semua kue itu? Di mana semua kehidupan itu?
Sinyo yang sudah tinggal di Melbourne sejak tahun 1975, menghela napas. "Dulu, Victoria Street ini ramai sekali dengan penjual kue seperti di Footscray," kenangnya. "Saya sering mampir membeli sarapan kue di sini waktu masih jadi supir taksi dulu. Jalan ini hidup sekali." Kenangan Sinyo semakin memperdalam rasa kehilangan kami akan vibe yang kami cari.
Sepertinya Victoria Street sedang berjuang kembali ke akar ekonomi yang keras: harga sewa yang meroket di Richmond, yang kini menjadi salah satu kawasan mahal di Melbourne, telah mencekik banyak bisnis kecil dengan margin keuntungan yang tipis. Mereka tidak bisa bersaing dengan biaya yang terus membengkak.
Namun, ada juga cerita lain, yang lebih gelap, yang sering menjadi topik pembicaraan di kalangan warga lokal dan pemilik bisnis. Sebuah isu yang kini menjadi kenyataan yang menyakitkan: isu terkait narkoba dan kejahatan. Kehadiran fasilitas injeksi yang aman (Medically Supervised Injecting Room - MSIR) di area ini, meskipun didirikan dengan tujuan mulia untuk mengurangi angka overdosis dan bahaya terkait narkoba, telah memicu kekhawatiran serius di kalangan komunitas.
Berbagai laporan menunjukkan bahwa, meskipun MSIR bertujuan untuk menyelamatkan nyawa dan mengurangi injeksi di tempat umum, masih ada kekhawatiran tentang peningkatan aktivitas terkait narkoba dan perilaku anti-sosial di luar fasilitas [1]. Masyarakat dan pemilik bisnis di Victoria Street melaporkan perasaan tidak aman dan perubahan suasana. Pemilik toko dan warga mengeluhkan melihat jarum suntik bekas di tempat umum, perdagangan narkoba, dan penggunaan heroin secara terbuka, yang membuat mereka enggan datang dan berdampak pada penjualan [2]. Memang, daerah Victoria Street ini memiliki sejarah panjang sebagai pasar narkoba jalanan dengan masalah injeksi publik dan jarum suntik bekas yang sudah ada bahkan sebelum MSIR didirikan [3]. Hal ini, secara alami, merusak reputasi "Little Saigon" dan secara drastis mengurangi foot traffic. Mengapa orang akan datang mencari kue dan pho jika mereka merasa tidak nyaman atau tidak aman?
Kontras dengan Footscray yang masih berdenyut dengan energi dan keramaian pasar Vietnam-nya, Victoria Street terasa seperti keindahan yang terancam. Ia masih memegang warisan budayanya, masih ada beberapa permata kuliner yang bertahan. Namun, aura kemakmurannya, janji akan manisnya kue-kue di setiap sudut, telah memudar.
Karena tidak menemukan toko bakery dengan aneka kue yang kami inginkan, akhirnya memutuskan untuk kembali ke mobil dan pulang. Sepanjang jalan kembali, menyusuri Victoria Street, pemandangan toko-toko yang banyak tutup semakin menegaskan kesan perubahan yang mendalam.
"Little Saigon" di Victoria Street, sebuah tempat yang dulu begitu hidup dan penuh harapan, kini menjadi pengingat yang pahit tentang bagaimana perubahan ekonomi dan tantangan sosial bisa mengikis bahkan komunitas yang paling bersemangat sekalipun. Ini adalah kisah tentang warisan, ketahanan, dan perjuangan keras untuk bertahan di tengah arus perubahan yang tak terhindarkan.
Referensi:
- Community Advocacy Alliance. "DRUG INJECTING ROOM – LIFE SAVER OR DESECRATOR?". Diakses 21 Mei 2025.
https://caainc.org.au/empathetic-injecting-room/ - SBS. "Injecting room in Melbourne's 'Little Saigon' has a migrant community divided". Diakses 21 Mei 2025.
https://www.sbs.com.au/language/vietnamese/en/article/injecting-room-in-melbournes-little-saigon-has-a-migrant-community-divided/38s58w06q - Yarra City Council. "Reimagining Victoria Street". Diakses 21 Mei 2025.
https://yoursayyarra.com.au/victoriastreet
Comments